Wednesday 22 January 2014
Sunday 15 December 2013
Wednesday 27 February 2013
Abu Yazid al-Bustami
Latar Belakang
Suatu gerakan klasik mistisme
yang merupakan reaksi atas legalisme dan kekakuan Islam ortodoks yang
kita kenal dengan istilah sufisme merupakan suatu sekte yang berusaha
mencapai hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Esensinya adalah
kesucian yang merupakan pola pikir tasawuf yang terkait dengan
kesederhanaan dan pengalaman pribadi para sufi dan dijadikan sebagai
konsep pengalaman beragama.
Kita
sudah sering mendengar tentang keadaan dan sejarah dua sufi besar
terkenal hingga nama dan sejarahnya di masa kini masih sering dibahas
para sejarawan. Adalah Abu Yazid Bustami dan Mansur al Hallaj
dua orang sufi yang pada masanya telah menambah goresan keanekaragaman
bentuk tasawuf. Bustami dengan ajaran al ittihadnya telah dikembangkan
oleh Al Hallaj melalui ajarannya al hulul. Kedua bentuk ajaran ini tidak
memiliki banyak perbedaan, karena Al Hallaj meneruskan jejak seniornya
Bustami. Ideologi ini pernah menyebar hingga ke Asia tenggara khususnya
di Indonesia. Di Indonesia tasawuf bukanlah benda asing. Pada masa
sejarah tertentu ia malah telah mempribumi dan anggun. Hamzah fanzuri
dan Syeikh Siti Jenar di jawa adalah dua dari sekian banyak nama sufi
yang selalu saja berada pada bibir sejarah Islam Indonesia. Riwayat
Syeikh Siti Jenar malahan sering disejalurkan dengan kisah- kisah
Mansur Al Hallaj,
walaupun ada perbedaan bobot zaman dan ungkapan kesufiannya. Namun
keduanya memiliki dimensi politik dalam menerima hukuman matinya. Jika
Al Hallaj terlibat ke dalam gerakan syiah garis keras Al Qaramithah
sebagaimana dibuktikan dalam pengadilannya, Syeikh Siti Jenar terlibat
pada penghimpunan kekuatan untuk melawan Negara Islam Indonesia Demak.
Oleh
karena itu, adalah sangat mungkin untuk mengindentikkan corak
keberagamaan bangsa Indonesia banyak dipengaruhi oleh paradigma sufisme
yang terkadang masih melibatkan mistik dalam hegemoni kehidupan
berbudaya, yang oleh daya pikir rasional manusia sangat sulit
memahaminya dalam konteks ilmiah.
Untuk
itu, sebagai media ilmiah, dalam makalah ini penulis akan
mengetengahkan konsep ajaran tasawuf kedua tokoh tersebut di atas,
berikut biografi singkat dari Abu Yazid al-Bustami dan Abu Mansur al
Hallaj.
Konsep Ajaran Dan Riwayat Hidup Abu Yasid al-Bustami
Abu Yasid al-Bustami lahir di
Bustam, bagian timur laut Persia tahun 874-947 M. nama lengkapnya
adalah Abu Yasid Thaifur bin Isa bin Adam bin Surusyam. Semasa kecilnya
dipanggil Thaifur, kakeknya bernama Surusyam yang menganut ajaran
Zoroaster yang telah memeluk agama Islam dan ayahnya salah seorang
tokoh masyarakat di Bustam. Al-Bustami atau dalam beberapa tulisan
disebut juga Bistomi, Bustomi dan Bastomi sering juga disebut Bayazid.
Ibunya dikenal sebagai zahid (orang yang meninggalkan keduniaan) dan
kakaknya Surusyam sebelum memeluk Islam adalah penganut agama Majusi
.¨Al Bustami mempelajari ilmu fiqh terutama mazhab Hanafi lalu kemudian
mendalami tasawuf. Sebagian besar kehidupan "sufi" dan "abid"nya
dilaluinya di Biston. Ia selalu mendapat tekanan dari para ulama
Mutakallimin (Teolog) serta Penduduk di kota kelahirannya yang tidak
mengizinkan ia tinggal menyebabkan ia terusir dari negerinya sampai
akhirnya wafat pada tahun 261 H bertepatan dengan tahun 875 M
.¨Al-Bustami tidak meninggalkan karangan atau tulisan tetapi ia terkenal
lantaran ucapan- ucapannya. Terkadang ungkapannya dipandang sebagai
al-syathahat atau ungkapan ketuhanan misalnya ungkapannya :¨"Maha suci
Aku, Maha suci Aku, betapa besar keagungan-Ku" yang belakangan
dikumpulkan dalam kitab al-Luma (buku pancaran sinar) yang ditulis oleh
al-Sarraj . Setelah ia wafat para ahli sufi masih banyak mengunjungi
makam al-Bustami, misalnya al-Hujwiri, bahkan sejumlah ahli sufi lainnya
menaruh hormat terhadap al-Bustami meski bukan berarti mereka menerima
kalimat-kalimatnya tanpa koreksi.¨Pengikut al-Bustami kemudian
mengembangkan ajaran tasawuf dengan membentuk suatu aliran tarikat
bernama Taifuriyah yang diambil dari nisbah al-Bustami yakni Taifur.
Pengaruh tarikat ini masih dapat dilihat di beberapa dunia Islam
seperti Zaousfana', Maghrib (meliputi Maroko, al-Jazair, Tunisia),
Chittagong dan Bangladesh. Makam al- Bustami terletak di tengah kota
Biston dan dijadikan objek ziarah oleh masyarakat. Sebagian masyarakat
mempercayai sebagai wali atau orang yang memiliki kekeramatan. Sultan
Moghul, Muhammad Khudabanda memberi kubah pada makamnya pada tahun 713 H
/ 1313 M atas saran penasehat agama sultan bernama Syaikh Syafaruddin .
Konsep Al-Fana’ dan al-Baqa
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu, dan al-fana jauh lebih berbeda dengan al-fasad (rusak), fana artinya tidak kelihatannya sesuatu, sedang al-fasad
adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Konsep ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Sina di mana ketika membedakan
antara benda-benda yang bersifat samawiyah dan bersifat alam, di mana ia
mengambil konklusi bahwa keberadaan benda alam itu berdasarkan
permulaannya, bukan perubahan bentuk yang satu kepada bentuk yang lain,
dan hilangnya benda alam itu dengan cara fana bukan dengan fasad.
Adapun
makna fana dalam pandangan kaum sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi
dengan dirinya dan dari makhluk lainnya sebenarnya dirinya tetap sadar
dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitarnya. Dalam konteks lain fana
mengandung pengertian gugurnya sifat-sifat tercela, makna lainnya
bergantung sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.
Menurut
Abu Yazid, manusia yang pada hakikatnya seesensi dengan Allah, dapat
bersatu dengan-Nya apabila ia mampu meleburkan eksistensi sebagai suatu
pribadi sehingga ia tidak menyadari pribadinya (fana an-nafs). Fana an-nafs adalah
hilangnya kesadaran kemanusiaannya dan menyatu ke dalam iradah Allah,
bukan jasad tubuhnya yang menyatu dengan dzat Allah.
Dengan fana,
Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan bahwa ia telah
berada dekat dengan Tuhan, hal ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat
bersayap yang belum dikenal sebelumnya (syathahat) yang dia ungkapkan, seperti : “Tidak ada Tuhan selain Aku. Maha Suci Aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku”.
Al-Bisthami
pernah mengatakan bahwa ketika ia naik haji untuk pertama kali, yang ia
lihat adalah bangunan Ka’bah dan dirinya, kemudian ia naik haji lagi,
maka selain melihat bangunan Ka’bah dan dirinya, ia merasakan Tuhan
Ka’bah. Pada haji ketiga, ia tidak merasakan apa-apa lagi kecuali Tuhan
Ka’bah.
Tentang
kefanaan Abu Yazid al-Bisthami ini pernah dikisahkan oleh sahabatnya.
Zunnun al-Mishri mengutus untuk menemui Abu Yazid, ketika utusan itu
sampai, diketuklah pintu rumah Abu Yazid, terjadilah percakapan antara
tamu dengan Abu Yazid :
Abu Yazid : “Siapa di luar?”
Utusan : “ Kami hendak berjumpa dengan Abu Yazid”
Rombongan
utusan itupun pulang dan kemudian memberitahukan kepada Zunnun.
Mendengar keterangan itu Zunnun berkata : “Sahabatku Abu Yazid telah
pergi kepada Allah dan dia sedang fana”.
Kejadian
yang menimpa Abu Yazid ini disebabkan keinginannya untuk selalu dekat
dengan Tuhan. Bahkan ia selalu berusaha untuk mencari jalan agar selalu
berada di hadirat Tuhan. Ia pernah berkata : “Aku bermimpi melihat
Tuhan”, Akupun bertanya : “Tuhanku, apa jalannya untuk sampai
kepada-Mu?”. Ia menjawab : “Tinggalkan dirimu dan datanglah”.
- Tingkatan fana yang paling rendah yaitu fana yang dicapai atau dihasilkan melalui mujahadah.
- Tingkatan fana terhadap kenikmatan surga dan kepedihan siksa neraka
- Fana terhadap pemberian Allah
- Fana terhadap fana itu sendiri (fana al-fana)
Apabila seseorang telah mencapai fana
pada tahap akhir, seseorang akan secara totalitas lupa terhadap segala
sesuatu yang sedang terjadi padanya. Hatinya sudah tidak lagi terisi
oleh kesan apapun yang ditangkap oleh panca indera.
Konsekuensi dari terjadinya fana itu, maka terjadi pulalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal. Sedangkan dalam kaca mata sufi baqa mengandung makna, kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Sedangkan menurut Abu Yazid baqa
adalah hilangnya sifat-sifat kemanusiaan yang dirasakan hanyalah
sifat-sifat Tuhan yang kekal dalam dirinya dengan kata lain merasa
hidupnya selaras dengan sifat-sifat Tuhan, sistem kerja fana-baqa ini selalu beriringan, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli tasawuf :
اِذَا اَشْرَقَ نُوْرُ الْبَقَاءِ فَيَفْنَ مَنْ لَمْ يَكُنْ وَيَبْقَ مَنْ لَمْ يَزَلْ
“Apabila nampaklah Nur kebaqaan, maka fanalah yang tiada, dan baqalah yang kekal”
Kata
al-Bisthami, “Ia telah membuat aku gila pada diriku sehingga aku mati,
kemudian Ia membuat aku gila pada-Nya, dan akupun hidup”, aku berkata :
bila pada diriku adalah kehancuran (fana) sedang gila pada-Mu adalah kelanjutan hidup (baqa)”.
Al-Bisthami juga berkata : “Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, sampai
aku hancur, kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-Nya, maka aku
hidup”.
Untuk mencapai station al-baqa
ini seseorang perlu melakukan perjuangan dan usaha-usaha yang keras dan
kontinyu, seperti dzikir, beribadah, dan menghiasi diri dengan akhlak
terpuji.
Jika dilihat dari sisi lain, yang disebut fana dan baqa itu dapat pula disebut sebagai ittihad.
Ittihad secara bahasa berasal dari
kata ittihadu-yattahidu yang berarti dua benda menjadi satu. Yang
dalam istilah para sufi adalah satu tingkatan dalam tasawuf yaitu bila
seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Tahapan ini
merupakan tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia
melalui tahapan fana’ dan baqa’. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi
bersatu dengan Tuhan, antara yang mencintai dengan yang dicintai
menyatu, baik substansi maupun perbuatannya.
Ada
dua tingkat pertanyaan (ittihad) yang biasa dibedakan yaitu merasa
bersatu dengan Tuhan, tetapi tetap menyadari perbedaan dirinya dengan
Tuhan. Yang disebut tingkat pertama. Pada tahap selanjutnya adalah
kesadaran dari ketiadaan yang bersama-sama dan mistik yaitu kesadaran
akan adanya maha Zat yang sangat berbeda. Kaum sufi memandangnya
sebagai tingkat kebersatuan mutlak yaitu bersatunya kebersatuan.
Ketika
sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar ungkapan-ungkapan
ganjil yang dalam istilah sufi disebut syatahat. Dengan fana’nya Abu
Yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan, bahwa ia telah
dekat dengan Tuhan dapat dilihat dari syatahat yang diucapkannya.
Ucapan-ucapan yang demikian belum pernah didengar dari sufi sebelum Abu
Yazid, umpamanya:
لست أتعجب من حبى لك فأ نا عند فقير ولكنى أتعجب من حبك لى وانت ملك قدر
“
Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu karena aku adalah hamba yang
hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku karena engkau adalah
Raja Maha Kuasa”
Ketika berada dalam tahapan ittihad, Abu Yazid berkata:
قال ياابايزيد إنهم كلهم خلقى غيرك فقلت : فأنت ان وان انت
“Tuhan berkata, “Semua mereka kecuali engkau adalah mahluk”. Aku pun berkata, “Engkau adalah aku, dan aku adalah engkau.”
Ucapan-ucapan Abu Yazid di atas
kalau diperhatikan secara sepintas memberikan kesan bahwa ia syirik
kepada Allah. Karena itu dalam sejarah ada sufi yang ditangkap dan
dipenjarakan karena ucapannya membingungkan orang awam.
Sebenarnya
apa yang dikatakan oleh Abu Yazid, menurut penulis bukan berarti bahwa
Abu Yazid adalah Tuhan, akan tetapi kata-kata iti adalah suara Tuhan
yang disalurkan melalui Abu Yazid yang sedang fana’an nafs.
Abu
Yazid tidak mengakui dirinya sebagai Tuhan seperti fir’aun. Proses
ittihad Abu Yazid adalah naiknya jiwa manusia kehadirat Allah, bukan
melalui reinkarnasi, sirnanya segala sesuatu dari kesadaran dan
pandangannya yang disadari dan dilihat hanyalah hakekat yang satu yakni
Allah. Bahkan ia tidak melihat dan menyadari dirinya terlebur dalam
Dia yang dilihat.
Analisa
Apabila dilihat sepintas, maka
dari ungkapan-ungkapan al-Bustami dapat dikategorikan sebagai paham
yang menyimpang dari ketentuan agama seperti pernyataannya "Aku ini
adalah Allah tiada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku" yang telah
dikemukakan di atas. Secara harfiah al-Bustami seakan-akan mengaku
sebagai Tuhan pada saat Fana'. Namun kalau kita perhatikan kata-kata
beliau dalam keadaan biasa (tidak dalam keadaan Fana') yang mengatakan
"kalau kamu lihat seseorang mempunyai keramat yang besar-besar,
walaupun dia sanggup terbang di udara maka janganlah kamu tertipu,
sebelum kamu lihat bagaimana dia mengikuti perintah syari'at dan dan
menjauhi batas-batas yang dilarang syari'at", maka dapat dipahami bahwa
al-Bustami dalam tasawuf tidaklah keluar dari garis-garis syari'at.
Memang ungkapan-ungkapan al- Bustami seakan-akan beliau mengaku dirinya
Tuhan, namun sebenarnya bukan itu yang dimaksudnya, karena kata-kata
itu adalah firman Tuhan yang disalurkan lewat lidah al- Bustami yang
sedang dalam keadaan Fana'al-nafs. Dalam hal ini beliau menjelaskan
"Sesungguhnya yang berbicara melalui lidahku adalah dia sementara aku
telah Fana'".
Jadi sebenarnya Abu
Yazid tidaklah mengaku dirinya sebagai Tuhan, namun perkataanya
menimbulkan berbagai tanggapan.¨Al-Tusi mengatakan : Ucapan ganjil
(al-Syaht) adalah ungkapan yang ditafsirkan lidah atas limpahan intuisi
dari dalam relung hatinya dan dibarengi seruan . Seorang sufi yang
sedang trance tidak bisa mengendalikan diri sepenuhnya sehingga sulit
untuk bisa mengendalikan apa yang bergejolak dalam qalbunya dan membuat
seseorang mengungkapkan kata-kata yang sulit dipahami oleh
pendengarnya.¨Oleh sebab itu menurut al-Tusi, bila seorang sufi sedang
Fana' dari hal-hal yang berkenaan dengan dirinya, bukan berarti ia
kehilangan sifat-sifat basyariahnya sebab sifat itu tidak dapat sirna
dari diri manusia. Akan sangat berbahaya dari keyakinan seorang muslim
jika menganggap kefana'an adalah kefana'an sifat-sifat manusia dan ia
bersifatkan sifat-sifat ketuhanan.
makalah ahlak tasawuf
BAB
I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Baik dan buruk merupakan
dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang
dilakukan seseorang. Kita
misalnya mengatakan orang itu baik dan
orang itu buruk. Masalahnya apakah yang disebut baik dan buruk itu? Dan apa
ukuran atau indicator yang dapat digunakan untuk menilai pebuatan itu baik atau
buruk? Dan apakah baik dan buruk itu merupakan sesuatu yang mutlak atau
relative? Dan bagaimana pandangan islam terhadap baik dan buruk berikut hal-hal
yang tekait dengan keduanya itu?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut perlu dicarikan jawabannya sehingga pada saat kita menilai sesuatu itu
baik atau buruk memiliki patokan atau indicator yang pasti. Untuk itu pada
makalah ini akan dibahas pengertian baik dan buruk, ukuran untuk menilai baik
dan buruk, sifat baik dan buruk, serta pandangan islam mengenai baik dan buruk.
Pembahasan masalah ini kita masukkan disini karena berkaitan dengan pembahasan
tentang akhlak, sehingga dikatakan bahwa ilmu akhlak ini membahas tentang
tingkah laku dan perbuatan manusia dan menetapkannya baik atau buruk.
2.
Tujuan
Penulis membuat makalah yang bertujuan untuk menentukan
kadar baik buruk seseorang dalam kategori islam yang berpedoman kepada
al-qur’an dan Hadist.
3.
Permasalahan
Pada makalah ini penulis mengemukan beberapa
permasalahan, yaitu:
- Apakah pengertian baik dan buruk
- Bagaimana penentuan baik dan buruk
- Bagaimana sikap baik dan buruk
- Bagaimana baik dan buruk dalam ajaran islam
BAB
II
ISI
DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian baik dan buruk
Dari segi bahasa baik
adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa arab, atau good dalam bahasa
inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan1. Sementara itu dalam Websters New Twentieth century dictionary, dikatakan bahwa baik
adalah suatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan,
persesuaian dan seterusnya2. Selanjutnya yang baik itu juga adalah
suatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan yang memberikan
kepuasan3. Yang baik itu juga dapat diartikan sesuatu yang sesuai
dengan keinginan4. Dan disebut baik itu juga dapat pula berarti
sesuatu yang mendatangkankan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia5.
Dan selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa secara umum bahwa yang
disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diiginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku
tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila
kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkret6. Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa yang disebut baik adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai
manusia. Definisi kebaikan tersebut terkesan antroposentris, yakni memusat dan
bertolak dari sesuatu yang menguntungkan dan membahagiakan manusia.
Mengetahui sesuatu yang
baik sebagaimana yang disebutkan diatas akan mempermudah dalam mengetahui yang
buruk. Dalam bahasa arab, istilah buruk dikenal dengan syarr, dan diartikan
sebagai sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna
dalam kwalitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji,
jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat
diterima, yang tercela dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk adalah suatu yang
dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya.
B. Penentuan baik dan buruk
1.
Baik buruk menurut
aliran adat istiadat (sosialisme)
Menurut aliran ini baik
buruk ditentukan berdasarkan adapt istiadat yang berlaku dan dipegang teguh
oleh masyarakat. Orang yang mengikuti adapt dipandang baik dan yang menentang
dianggap buruk, dan perlu dihukum secara adat.
Ahmad Amin mengatakan
bahwa setiap bangsa menpunyai adat dan menganggap baik jika, mengdidik
anak-anaknya secara adat istiadat, menanamkan perasaan mereka bahwa adat akan
membawa kepada kesucian sehingga apabila seseorang menyalahi adat sangat dicela
dan dianggap keluar dari golongan bangsanya[9].
Didalam masyarakat kita
jumpai adat istiadat ang berkenaan dengan cara berpakaian, makan, minum,
cakap-cakap, dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara yang demikian itulah
yang dianggap baik. Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat
istiadat ini dalam tinjauan filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme.
2.
Baik buruk menurut
aliran Hedonisme
Aliran Hedonisme adalah
aliran filsafat yang terhitung tua karena berakar pada filsafat yunani,
khususnya pemikiran filsafat Epicurus ( 341-270 SM), yang selanjutnya
dikembangkan oleh cyrenics dan belakangan ditumbuh kembangkan oleh Freud[10].
Paham ini menyatakan
perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kenikmatan, kelezatan
dan kepuasan nafsu biologis. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini
mengatakan bahwa kebahagian atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada
kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali
penderitaan.
Hedonisme model pertama
yang individualistik lebih banyak mewarnai masyarakat barat yang bercorak
liberal dan kapitalis, sementara hedonisme model kedua yang sosialistik banyak
mewarnai masyarakat eropa yang komunis.
3.
Baik dan buruk
menurut paham intuisisme (humanisme)
Intuisi adalah kekuatan
batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk. Dengan sekilas tampa melihat buah atau
akibatnya9. Kekuatan batin atau yang disebut juga sebagai kata hati
adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri setiap
orang. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan
instinct batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang10.
Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan
lingkungan, akan tetapi pada dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh
maanusia. Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang
dapat memberitahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya.
Oleh karna itu kebanyakan manusia sepakat mengenai keutamaan seperti benar,
dermawan, berani dan mereka juga sepakat menilai buruk terhadap suatu perbuatan
yang salah, kikir dan pengecut.
Poedjawijatna mengatakan
bahwa menurut aliran ini yang baik adalah yang sesuai dengan kodrat manusia,
yaitu kemanusiaannya cenderung kepada kebaikan. Penentuan terhadap baik
buruknya tindakan yang kongkret adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati
orang yang bertindak. Dengan demikian ukuran baik buruk suatu perbuatan menurut
paham ini adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia, dan tidak
menentang atau mengurangi keputusan hati[11].
Secara batin setiap orang pasti tidak akan dapat membohongi kata hatinya.jika
suatu ketika seseorang yang mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya, hal yang
demikian hanya dapat dilakukan atau ditrima oleh ucapannya, tetapi kata hatinya
tetap tidak mengakui kebohongan itu.
4.
Baik dan buruk
menurut paham Utilitarianisme
Secara harfiah berarti
berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna.Jika ini berlaku
bagi perorangan,disebut individual,dan jika berlaku bagi masyarakat dan Negara
disebut social.
Pada masa sekarang
ini,kemajuan dibidang teknik cukup meningkat,dan kegunaanlah yang menentukan
segala-galanya.Namun demikian paham ini cenderung ektrim dan melihatkegunaan hanya
dari sudut pandang materialistik.Kegunn bisa diterima jika hal-hal yang
digunakan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.Nabi misalnya menilai
orang yang baik adalah memberi manfaat bagi yang lainnya.( HR.Bukhari).
5. Baik buruk menurut paham Religiosisme.
Menurut
paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak
tuhan,sedangkan perbuatan buruk adalah sebaliknaya.Dalam paham ini keyakianan
teologis,yakni keimanan kepada tuhan memegang peranan penting,karna tidak
mungkin orang mau babuat sesui dengan kehendak tuhan jika bersangkutan tidak
beriman kepadaNya.
Diketahui
didunia ini terdapat bermacam-macam agama ,dan masing-masimg menentuken bik dan
buruk menurut ukurannya masing-masing.Agama Hindu,Budha,Yahudi,Kristen dan
Islam misalnya ,masing-masing memiliki tolak ukur tentang baik dan buruk yang
dengan yang lainnya berbeda-beda.
C.
Sifat Dari Baik Dan Buruk
Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan
filsafat adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri,yakni berubah dan
tidan universal.Nilai baik dan buruk bersifat relative.
Sifat baik dan buruk berguna sesui
zamannya ,dan ini dapat dimanfaatkan untuk menjabarkan ketentuan baik dan
burukyang terdapat dalam ajaranAhlak yang besumber dari ajaran islam.
D.
Baik Buruk Menurut Ajaran Islam.
Ajaran islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah
S.W.T.,menurut ajran agama islam penentuan baiak dan buruk harus didasarkan
pada Al-quran dan Hadist.Didalam Al-quran maupun hadist banyak dijumpai istilah
yang mengcu pada yang baik dan yang buruk. Diantara istilah yang mengacu pada
hal yang baik misalnya al-hasanah,thayyibah,khair,mahmudah ,karimah dan
al-birr.
1. Al-hasanah
Al-Raghib
Asfahani mengemukakan bahwa sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu
yang disukai atau yang dipandang baik adalah hasanah.Hasanah dibagi
menjadi tiga ,pertama hasnah dari segi akal,kedua hasnah dari segi
nafsu/keinginan dan hasanah dari panca indra[12].Lawan
dari hasanah adalah Al-sayyiah. Yang termasuk hasanah mislnya
keuntungan,kelapangan rezeki dan kemenangan.
2. Al-thayyibah
Kata
Al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatuyang memberikan
kelezatan kepada panca indra dan jiwa,seperti makanan ,pakaian,dan tempat
tinggal dan sebagainya[13].Lawan
dari Al-thayyibah adalah Al-qhabibah yang artinya buruk.
3. Al-khair
Kata
Al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baikoleh seluruh umat manusia,seperti
berakal,adil,keutamaan dan segala sesuatu yang ber manfaat.Lawannya adalah
Al-syarr[14].
4.Karimah
Kata
Al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan ahlak yang terpuji
yang ditampakkan pada kehidupan sehari-hari[15].Selanjutnya
kata karimah biassa digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang terpuji yang
sekalanya besar,seperti menafkahkan hartanya dijalan Allah dan berbuat baik
pada orang tua.
5. Al-mahmudah
Kata
ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utamasebagai akibat dari melakukan
sesuatu yang disukai Allah SWT[16].
Denga demikian kata Al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin
dan spiritual.
6.Al-birr
Kata
Al-birr digunakan untuk menunjukkan pad upaya memperluas melakukan perbuatan
yang baik.Kata tesebut terkadang digunakan sebagai sifat Allah dan terkadang
juga untuk manusia.Jika kata tersebut diguanakan untuk sifat Allah ,maka
maksudnya adalah bahwa Allah memberikan pahala yang besar,dan jika digunakan
untuk manusia , maka yang dimaksud adalah ketaatannya[17].
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
- KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas
dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang mendasari penulisan ini, diantaranya:
a.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair
dalam bahasa arab, atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya,
Munjid, mengatakan bahwa yang disebut
baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
b.
Penetuan baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa
aspek, diantaranya:
Baik buruk menurut aliran adat
istiadat (sosialisme),Baik buruk menurut aliran Hedonisme,Baik dan buruk
menurut paham intuisisme (humanisme), Baik dan buruk menurut paham
Utilitarianisme,Baik buruk menurut paham Religiosisme.
c.
Ada baik dan buruk yang dibahas dalam
ajaran islam,diantaranya: Al-hasanah, Al-thayyibah, Al-khair, Karimah,
Al-mahmudah, Al-birr.
Daftar
Pustaka
Amin, Ahmad, Etika (ilmu ahlak),(ter.) Farid Ma’ruf,dari
judul asli al- Akhlaq, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983),cet.III.
Asfahani,al-Raghib,Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an,(Beirut:Dar al-Fikr,t,t.).
Charis Zubair, Ahmad, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers,
1990)cet II.
Nata, Abuddin,
MA,,Dr.H, Aklak
Tasawuf, JAKARTA, PT Raja Grafindo Jakarta, 2002
2 Webster’s New Twentieth Century
Dictionary , hlm .789.
3 Hombay, AS., EU Gaterby, H.Wakefield,The Advance leaner’s Dictionary Of Current
English, (London:Oxford
University Dictionary , hlm.401.
4 Webster’s World University Dictionary,
hlm.401.
5 Ensiklopedi Indonesia, Bagian I, hlm.362.
6 Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers,
1990), cet.II, hlm.81.
[11]
Poedjawijatna, op, cit.,hlm.49
[12]
Al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat
al-fadz al-Qur’an, (Beirut:Dar
al-Fikr, t.t.).hlm.117.
[13] Ibid., hlm.321.
[14] Ibid., hlm. 163.
[15] Ibid., hlm. 446.
[16] Ibid., hlm. 163.
[17] Ibid., hlm. 37.
Tuesday 1 May 2012
bersin dan menguap
Bersin dan Menguap
Rasulullah bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (( إن الله يحب العطاس ويكره التثاؤب، فإذا عطس فحمد الله فحق على كل مسلم سمعه أن يشمته، وأما التثاؤب فإنما هو من الشيطان فليرده ما استطاع، فإذا قال: ها، ضحك منه الشيطان )) صحيح البخاري في الأدب 6223
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ta'alaa anhu, Rasulullah bersabda, "Sungguh Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap, maka jika kalian bersin maka pujilah Allah, maka setiap orang yang mendengar pujian itu untuk menjawabnya; adapun menguap, maka itu dari syaitan, maka lawanlah itu sekuat tenagamu. Dan apabil seseorang menguap dan terdengar bunyi: Aaaa, maka syaitan pun tertawa karenanya". Shahih Bukhari, 6223.Imam Ibn Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fath-hul Baari: 10/6077)
Nabi menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut.
Rasulullah bersabda:
(( إذا عطس أحدكم فليقل الحمد لله، وليقل له أخوه أو صاحبه: يرحمك الله، فإذا قال له يرحمك الله فليقل: يهديكم الله ويصلح بالكم )) صحيح البخاري في الأدب: 6224
Apabila salah seorang diantara kalian bersin, maka ucapkanlah Al-Hamdulillah, dan hendaklah orang yang mendengarnya menjawab dengan Yarhamukallahu, dan bila dijawab demikian, maka balaslah dengan ucapan Yahdikumullahu wa Yushlihubaalakum (HR. Bukhari, 6224)Dan para dokter di zaman sekarang mengatakan, "Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan "menguap" ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.
Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba' (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa'iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155)
( alsofwah.or.id - 13 Ramadhan 1424/071103 )
Subscribe to:
Posts (Atom)